Bagi orang banyak, nama Eros Djarot lebih terkenal sebagai seorang budayawan ketimbang politisi. Karya-karya budayanya banyak beredar dan mudah diapresiasi masyarakat. Walaupun sebenarnya sejak duduk di bangku sekolah ia sudah aktif dalam dunia politik sebagai kader ‘Barisan Banteng’ selaku fungsionaris Gerakan Siswa Nasional Indonesia (GSNI) di Kota Yogya. Aktifitasnya di GSNI ini tampaknya memiliki andil besar menjadikannya seorang nasionalis-humanis. Eros Djarot lahir di Rangkasbitung, Banten, pada 22 Juli 1950. Pada 1970 ia melanjutkan studinya ke Sekolah Teknik Tinggi Koln, Jerman. Kemudian ia juga belajar di sekolah perfilman di Inggris. Selama 11 tahun ia berada di luar negeri yang membuatnya akrab dengan pergerakan internasional.Sekembali ke Indonesia, Eros mengembangkan bakat berkeseniannya. Namanya sebagai budayawan mulai melambung ketika menciptakan karya musik monumental “Badai Pasti Berlalu”. Lagu tersebut merupakan soundtrack untuk film yang berjudul sama pada awal tahun 1970-an. Tahun 1980-an, kembali namanya mencuat setelah berhasil menjadi sutradara film Tjoet Njak Dhien yang juga monumental. Film itu konon menjadi film Indonesia termahal pada zamannya dan sekaligus proyek idealis Eros. Film ini mengantarkan Indonesia untuk pertama kali berkibar di di Festifal Film Cannes, Prancis, sebuah festival film internasional paling bergengsi. Sukses di dunia musik dan film tidak lantas membuat adik dari aktor Slamet Rahardjo Djarot itu tetap di dunia hiburan. Pada 1990-an, ia justru banting stir, masuk dunia jurnalistik dengan menerbitkan Tabloid Detik. Tabloid ini pun menjadi fenomenal dan merupakan bacaan alternatif yang menyegarkan sekaligus mencerdaskan. Namun Tabloid Detik tak berumur panjang. Pada 24 Juni 1994, tabloid yang kerap menyuarakan kritik kepada rezim Orde Baru itu dibredel.Pada1983 ia mendirikan Litbang Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Pada 1988 ia sempat menonaktifkan diri dari politik praktis. Baru pada 1993 kembali aktif ke panggung politik ketika Megawati Soekarnoputri dicalonkan sebagai Ketua Umum PDI menggantikan Soerjadi. Sebelumnya, pada 1983-1986, Eros sempat menjadi dosen di Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas 17 Agustus. Ia dikenal dekat dengan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Bahkan, sempat menjadi penulis naskah pidato Megawati. Pada saat terjadi konflik antara Megawati dengan Soerjadi, Eros memilih berada di belakang Mega hingga akhirnya lahirlah partai baru PDI-Perjuangan dengan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Pada Pemilu 1999, PDI-P berhasil meraih suara terbanyak. Mega pun duduk di kursi wakil presiden dan kemudian menjadi presiden. Tetapi Eros malah hengkang dari partai berlogo banteng gemuk moncong putih ini. Perpisahannya dengan PDI-P dikarenakan telah terjadi perbedaan ideologis, politis, dan moral. Namun, ia enggan mengungkapkan itu lebih jauh. Ia lebih senang berbicara tentang masa depan dan strategi yang akan dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.Setelah ia mundur, kemudian pria berkumis ini mendirikan partai baru, yaitu Partai Nasionalis Bung Karno (PNBK)─kini menjadi Partai Nasional Banteng Kemerdekaan─pada 25 Juli 2002. Di penghujung era Orde Baru dan awal reformasi ia juga turut mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) dan Indonesian Corruption Watch (ICW). Selain itu, ia juga merupakan pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Eros pernah menjadi pemenang “bronze Medal” mewakili Inggris Raya dalam lomba Photo Internasional Competition, Nikkon, pada 1978. Selain itu ia menjadi nominator Mike Burke’s Award, BBC documentary competition pada 1979. Film-film Eros selain Tjoet Nja Dhien, yaitu Kantata Takwa dan Lastri. Untuk film Lastri, Eros dengan terpaksa menghentikan shooting filmnya ini, lantaran diprotes sejumlah pihak yang menuduh film ini bermuatan propaganda Komunis. Bagai jatuh tertimpa tangga, bintang utama film Lastri tersandung masalah pidana, hingga film ini dihentikan dalam waktu yang tidak ditentukan.(fh/dari beberapa sumber).http://www.jakartapress.com/siapa/id/64/Eros-Djarot.jp
Sunday, January 25, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment